BROKENHOME (part 3)

Malam harinya. “Mbak aku sudah nggak tahan dengan Papa dan Mama, mereka kayak udah enggak peduli lagi sama aku” kata Dewi sambil memeluk Bu Santi. “Jangan bilang gitu non, mereka itu orang tua non, mereka pasti bisa ngasih waktu ke non” balas Bu Santi dengan mengelus kepala Dewi. “Tapi kapan mbak?” lanjut Dewi. “Mbak yakin pasti itu terjadi, gk lama lagi, jadi jangan nangis terus ya? Senyum dong” balas Bu Santi, dengan disambung senyuman manis anak perempuan berumur 15 tahun tersebut. “Nah gitu dong” lanjut Bu Santi dengan senang. “Makasih mbak” balas Dewi.

Tetapi Dewi masih delima terhadap orang tuanya tersebut, setelah difikir matang-matang Dewi pun melakukan tindakan, mengambil celengannya yang berbentuk ayam di atas lemari bajunya. Berlarilah dia ke ruang kerja orang tuanya. Tanpa berfikir panjang Dewi membuka pintu dengan keras, “Dooor” begitulah suara pintu tersebut. “Dewi apa-apaan sih kamu nak? Kok membuka pintu seperti itu?” teriak Bu Vira. “Gaji Papa dari menjadi PNS berapa?” tanya Dewi kepada Papa nya. “3 juta setengah per bulan, memanya kenapa nak?” jawab Pak Dirman. “kalo Mama berapa ?” tanya Dewi kepada Mamanya. “Jawab pertanyaan Mama dulu, kenapa kamu kasar sekali saat membuka pintu?” lanjut Bu Vira. “Sudahlah ma, jawab aja!” balas Dewi. “Gaji Mama dari menjadi PNS adalah 3 juta perbulan” balas Bu Vira dengan nada marah. Ccttaarrr “Liat Pa, Ma uang ini, walau ini adalah uang yang aku tabung, aku tidak peduli, walau uang ini tidak sebanyak gaji kalian, tetapi ini untuk kalian, untuk membeli waktu Mama dan Papa yang sibuk itu” kata Dewi sambil menutup matanya yang sudah dipenuhi oleh air mata. Meneteslah air mata semua orang yang ada diruangan tersebut, baik Dewi, Bu Virda, bahkan Pak Dirman.

“Maafin Mama ya.. Papa juga kita bekerja bukan untuk Mama dan Papa sendiri tetapi juga untuk kamu, anak mama yang cantik, maafin Mama yang enggak bisa membagi waktu untuk anak Mama satu-satunya, maafin ya nak, mulai sekarang Mama dan Papa akan memperhatikan kamu sepenuhnya, Mama janji” kata Bu Virda kepada anaknya itu. “Benar kan Pa?” lanjut Bu Virda. “Jelas donk ma” jawab Pak Dirman, dengan air mata yang masih mengalir dari kedua matanya tersebut. “Sini” lanjut Dewi sambil merentangkan kedua tangannya. “Makasih Ma, Pa” lanjut Dewi sambil memeluk kedua orang tuanya tersebut.

Leave a comment